Selasa, 25 Maret 2008

metode pengkomposan aerob


Pemanfaatan Sampah Organik Rumah Tangga untuk Kompos

Selama ini sampah rumah tangga dipandang sesuatu yang yang menjijikkan, padahal sekitar 70-80% dari limbah rumah tangga ini merupakan bahan organik yang sangat baik untuk dijadikan kompos. Dalam tulisan yang singkat ini diuraikan perihal pemanfaatan sisa-sisa makanan yang biasanya dibuang menjadi kompos penyubur tanaman. Metode pengomposan yang diuraiakan dalam tulisan ini adalah metode pengkomposan aerob. Dalam aplikasinya, metode aerob mempunyai banyak keunggulan seperti praktis, murah, dan cepat. Selama ini proses pengomposan dilakukan dalam lubang dan memerlukan waktu paling cepat 3 bulan dengan hasil yang kurang bersih. Dengan metode aerob, waktu yang diperlukan lebih singkat, yakni hanya 35 hari, dan kompos yang dihasilkan bersih, steril, tanpa penggunaan bakteri tambahan (inokulan).

Pengelolaan sampah rumah tangga dengan metode komposting aerob secara garis besar dilakukan dengan berbagai tahapan. Adapun tahapan-tahapan itu adalah:

1. Pemilahan/ Sortasi

Pemilahan adalah langkah awal dalam pengomposan yang sangat menentukan mutu kompos yang dihasilkan nantinya. Dalam tahap ini sampah organik dipilah dan dipisahkan dari sampah anorganik. Pemilahan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin karena bahan kompos yang baik harus dibuat dari sampah yang masih segar (kurang dari 2 hari). Hal ini dilakukan agar bahan-bahan organik tersebut terhindar dari pembusukan secara liar. Sampah organik seperti sisa-sisa makanan, potongan-potongan sayur yang tidak terpakai, kulit buah, parutan kelapa, daun pembungkus tempe, dan sebagainya merupakan sampah rumah tangga yang dapat dikomposkan. Selain itu, keluarga yang memiliki kebun, daun guguran atau rampasan pohon juga merupakan bahan kompos yang baik.

Contoh bahan organik pilihan adalah: Dedaunan, Potongan-potongan rumput dari taman, Seresah pohon, Sisa makanan, Sisa sayuran, Kulit buah-buahan, Ampas kelapa, Ampas teh, dan remah-remah kue/roti.

Contoh bahan organik yang susah dikomposkan adalah :1. Daun-daun keras dan panjang seratnya (daun jenis tumbuhan palma, klobot jagung dll) ; 2. Sabut kelapa. 3. Tempurung. 4. Pelepah. 5. Tulang/duri ikan. 6. Kayu

Sebelum memulai pembuatan kompos sebaiknya disiapkan peralatan yang dibutuhkan selama proses pengomposan. Peralatan-peralatan itu di antaranya:

  • Kotak penampung/ Komposter ukuran 60x50x50 (panjang x lebar x tinggi). Kotak ini dapat menampung ±50kg sampah dan nantinya setelah proses peguapan serta penguraian dapat dihasilkan ±25kg kompos.
  • Sarung tangan yang terbuat dari karet elastis bisa didapatkan di toko meterial. Sarung tangan digunakan selama proses pembalikan agar tangan terlindung dari kuman atau panasnya suhu kompos.
  • Caruk atau alat pembalik sampah berbentuk seperti cangkul yang mata cangkulnya menyerupai jari-jari. Jika tidak ada, bisa dipakai “Solet Bambu” (tongkat bambu tebal dengan ukuran panjang 1,5m). Caruk dan Solet ini digunakan untuk mengaduk sampah dalam kotak.
  • Termometer, gunakan termometer alkohol yang ukuran angka (indikator)-nya besar agar cepat dan mudah dibaca.
  • Parang atu gunting besi untuk memotong-motong bahan.
  • Gembor air atau bisa gelas minuman mineral yang bagian bawahnya dilubangi kecil-kecil agar air dapat disiramkan secara lebih tipis dan merata.

2. Penumpukkan

Sebelum sampah ditumpuk, harus ditentukan terlebih dahulu tempat atau lahan yang akan dipakai untuk pengomposan. Tempat yang ideal untuk pengomposan adalah tempat yang teduh, terlidung dari air hujan dan sinar matahari langsung. tempat ini sangat baik karena dapat menghindarkan tumpukan kompos dari penguapan yang berlebih oleh sinar matahari atau pencucian nutrisi oleh air hujan. Selain itu, diusahakan lahan pengomposan juga berada pada tempat dengan sirkulasi udara yang baik karena teknik aerob memerlukan udara bebas yang mencukupi untuk membantu proses penguraian.

Untuk memudahkan penumpukan kompos dapat digunakan kotak (bak) pengomposan. kotak pengomposan ini memudahkan dalam membuat tumpukan bahan organik yang telah dikumpulkan. jika tidak memiliki bak pengomposan, bahan-bahan organik tersebut ditumpuk atau dituang di atas alas yang kedap air. Hanya saja cara ini akan mengurangi unsur estetika. Tujuan digunakannya kotak pengomposan adalah untuk tujuan estetis atau keindahan. Dengan kotak ini dapat dengan mudah bahan yang akan dikomposkan ditata rapi ke dalam satu tempat sehingga tidak berserakan kemana-mana bila diacak-acak binatang atau tertiup angin.

Ada beberapa persyaratan tertentu yang harus diperhatikan dalam memiliih pengomposan. Syarat-syarat itu di antaranya:

· Kotak pengomposan tidak boleh terbuat dari logam. Kotak dari logam selain berat dan mudah berkarat juga dikhawatirkan bisa mencemari kompos karena logam dapat larut dalam bahan yang dikomposkan sehingga nantinya kompos yang dihasilkan mengandung logam. Kayu atau plastik adalah bahan yang tepat untuk kotak pengomposan.

· kotak pengomposan harus mempunyai sirkulasi yang baik. Jangan memakai kotak yang terlalu kedap udara sehingga menghalangi udara bersih masuk ke dalam bahan yang ditumpuk.

· drainese kotak harus baik, artinya bagian bawah bak tidak boleh kedap air sehingga bahan yang dikomposkan dapat tiris dan menetes ke bawah sehingga air tidak tergenang dalam bahan.

Bila menggunakan kotak pengomposan, posisi kotak tersebut harus sedikit terangkat dari lantai, dan letak wadah tampungan air tepat di bawah kotak pengomposan tersebut agar dapat menampung air limbah cair (Lica, Leacheate) sampah yang menetes dari kotak. Untuk menghalau lalat masuk dan berseliweran di dalam kotak, kotak dapat diberi penutup. Penutup kotak pengomposan tidak boleh kedap udara tapi berpori-pori (seperti karung beras) sehingga memungkinkan udara bersirkulasi.

Ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan ketika kita mulai menumpuk bahan kedalam bak kompos karena nantinya sangat berpengaruh pada kecepatan proses pengomposan. Berapa hal itu adalah:

A. penyeleksian bahan

Semua bahan yang akan dikomposkan harus diseleksi. Hanya bahan organik yang dapat dijadikan kompos. Hampir semua bahan organik dari sampah rumah tangga dapat dikomposkan. Hanya saja, perlu diingat, ada beberapa bahan organik yang dapat mengakibatkan resiko-resiko tertentu bila ikut dikomposkan. Bahan tersebut di antaranya:

· Bahan yang terlalu keras seperti kayu, klobot jagung, batok kelapa, kulit durian, kulit kelengkeng, kulit kacang, kulit salak, dan sebagainya jangan ikut dikomposkan karena terlalu keras sehingga sulit sekali terurai.

· Bahan dengan protein tinggi, seperti daging, tulang, atau sisa ikan sangat berbahaya karena akan menimbulkan aroma yang dapat menarik hewan vektor penyakit seperti lalat, tikus, kucing dan anjing, dan tidak tertutup kemungkinan bahan kompos akan diobrak-abrik.

· Kertas, sebaiknya juga tidak dikomposkan karena kandungan bahan kimianya menyebabkan bahan ini sulit terurai, di samping bahan ini tidak mengandung nutrisi. Dengan demikian, tidak akan ada mikroorganisme pengurai yang mampu mengurainya.

· Kain, meskipun beberapa di antaranya dapat digolongkan sebagai sampah organik, seperti kain katun, tetapi bahan ini sulit sekali diurai karena kandungan unsur kimianya, dan bahan ini juga tidak bernutrisi.

B. Volume bahan

Penumpukan bahan kompos sangat menentukan kecepatan proses penguraian dan pembentukan kompos. Semakin banyak bahan yang dikomposkan akan memberikan keuntungan karena semakin tinggi suhu dalam tumpukan. Tingginya suhu akan mematikan bibit penyakit, kista, dan bibit gulma sehingga kompos menjadi steril. Agar terjadi proses penguraian ketinggian tumpukan minimal adalah sekitar 10 cm. oleh kerena itu, ketinggian tumpukan sampah yang akan dikomposkan diusahakan lebih dari 10 cm. Jika diperlukan, bisa digunakan daun-daun guguran pohon untuk meningkatkan volume.

C. Ukuran bahan

Sebelum dimasukkan ke dalam tempat pengomposan sebaiknya semua bahan dipotong-potong terlebih dahulu ke dalam ukuran tertentu. Penyeragaman ukuran ini dilakukan agar setiap bahan yang dikomposkan nantinya terurai dan matang secara bersamaan. Semakin kecil ukuran bahan akan semakin cepat pula mikroorganisme mengurainya. Akan tetapi, ukuran yang terlalu kecil akan membuat bahan terlalu cepat terurai dan kandungan airnya sukar dipertahankan. Bahan yang mengeluarkan semua kandungan air berisiko menimbulkan lica (limbah cair/leachate) yang yang terlalu banyak. Lica yang terlalu banyak sangat merugikan karena selain menimbulkan bau tidak sedap juga membuat semua nutrisi dalam kompos seperti tercuci. Sebagai akibatnya kompos yang dihasilkan nantinya kurang kaya kandungan nutrisi dan terlalu lembut. Oleh karena itu, ukuran ideal bahan yang akan dikomposkan adalah sekitar 4-5cm. untuk memotong bahan bisa digunakan pisau, parang atau gunting besi.

D. Komposisi bahan

komposisi dari bahan yang akan dikomposkan haruslah seimbang. Artinya, jangan hanya mengkomposkan sampah yang lembut-lembut dan basah saja, seperti seperti nasi, mie, buah, dan sayur-sayuran saja. Akan tetapi, juga harus diimbangi dengan sampah rumah tangga yang agak kasar dan kering, seperti daun-daun dari taman dan daun pembungkus tempe. Sampah yang terlalu lembut akan membuat kompos menjadi padat dan terlalu pulen sehingga air lica menjadi banyak. Oleh karena itu bahan yang lembut harus diseligi dengan penambahan sampah kasar agar tumpukan sampah tidak terlalu padat sehingga masih ada rongga untuk sirkulasi udara dalam tumpukan sampah.

Setelah proses penumpukan proses penguraian sampah bisa mulai berjalan. Proses penguraian dapat dimulai jika ketinggian bahan yang ditumpuk dalam kotak minimal 10 cm. Usahakan ketinggian 10 cm ini dapat dicapai kurang dari 3 hari agar pembusukan liar tidak terjadi. Sewaktu menumpuk, bahan tidak boleh dipadatkan, ditekan atau diinjak-injak agar sirkulasi udara dalam tumpukan tetap baik.

Melalui teknik pengkomposan aerob ini bahan dapat diurai menjadi kompos dalam waktu 5 minggu atau 35 hari. Dalam proses pengomposan dalam kotak, selama 4 minggu pertama setiap hari dapat ditambah bahan baru ke dalam tumpukan. Setiap kali penambahan bahan setinggi 5cm, harus dilakukan pengadukan agar tumpukan tidak memadat. Setelah 4 minggu, n semua bahan yang dikomposkan dimasukkan ke dalam karung, untuk selanjutnya diperam minimal selama satu minggu.

3. Pemantauan suhu dalam tumpukan dimulai 2 hari setelah penumpukan

Dua hari setelah penumpukan, suhu dalam tumpukan perlahan-lahan akan naik. Kenaikan suhu adalah salah satu indikasi terjadinya proses penguraian dalam bahan yang dikomposkan. tidak ada aturan baku mengenai suhu yang ideal pada tumpukan kompos. Akan tetapi, sebagai pegangan sudah bagus jika suhu tumpukan melebihi suhu luar ruangan (antara 23-24ÂșC). Ini artinya proses yang terjadi dalam tumpukan bahan adalah proses penguraian bukan pembusukan.

Semakin tinggi suhu yang dapat dicapai tumpukan akan sangat menguntungkan karena suhu tinggi selama beberapa hari diperlukan untuk membunuh penyakit (bakteri patogen) , mematikan kiste, biji-biji gulma serta memperlunak bahan yang sedang dikomposkan. Dengan suhu yang tinggi diharapkan kompos menjadi steril sehingga nantinya jika diaplikasikan pada tanaman, tidak akan memunculkan cacing, uret, atau rumput yang nantinya dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, suhu yang terlalu tinggi dalam kurun waktu yang lama (lebih dari 4 hari) tidak diperkenankan kerena akan membunuh jasad renik yang diperlukan dalam proses pengomposan. Oleh karena itu, apabila terjadi kenaikan suhu yang terlalu tinggi, harus segera dilakukan pembalikan. Pengomposan dilakukan selama 4 minggu. Setiap 4 hari sekali kompos harus diaduk. Dengan rincian 2 hari diperlukan untuk mencapai suhu maksimal, 2 hari untuk mempertahankan suhu tinggi guna membunuh gulma. Demikian seterusnya.

Untuk mengukur suhu digunakan termometer alkohol. Termometer alkohol dipilih agar jikalau kemudian termometer pecah waktu melakukan pengukuran, cairan alkohol tidak membahayakan kompos. Akan tetapi, kelemahan termometer alkohol ini adalah sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Dengan demikian, pengukuran suhu kompos harus dilakukan secara jeli dan cermat. Untuk mempermudah pembacaan suhu, hendaknya digunakan termometer alkohol yang ukuran angkanya yang besar.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suhu. Semakin banyak bahan yang dikomposkan maka semakin tinggi pula suhu yang dapat dicapai kompos tersebut. Selain itu suhu juga dipengaruhi kadar air dalam bahan yang dikomposkan. Ketika mengukur suhu, harus diusahakan pengukuran suhu seluruh bagian kompos. Jangan hanya mengukur suhu pada bagian tengah saja walaupun memang pada saat kompos ditumpuk, biasanya titik panas tertinggi berada pada bagian tengah tumpukan karena bagian tengah merupakan bagian yang paling terlindung dari penguapan sehingga kondisi kadar air di bagian tengah biasanya paling ideal. Hal ini membuat bagian tengah merupakan bagian paling baik bagi kehidupan mikroorganisme. Dalam pada itu, suhu merupakan indikator adanya aktivitas mikrorganisme pengurai dalam tumpukan sampah. Dengan demikian, semakin tinggi suhu mengindikasikan aktivitas mikroorganisme semakin tingginya aktivitas mikroorganisme di dalamnya. Sehubungan dengan itu, untuk melakukan pengukuran secara akurat, dapat diambil lima titik dalam tumpukan. Lima titik tersebut adalah satu bagian tengah dan empat bagian lainnya agak tepi dari tumpukan. Pengukuran da pencatatan suhu di kelima titik tersebut harus dilakukan secara bergantian dengan menancapkan termometer selama sekitar 2 menit. Suhu tumpukan kompos adalah rerata dari seluruh suhu di kelima titik tersebut.

4. Pengaturan kadar air

Selain pengukuran suhu juga harus diperhatikan kadar air dalam bahan yang dikomposkan. Esensi dari pengomposan aerob adalah mengkondisikan bahan yang dikomposkan sedemikian rupa sehingga menjadi tempat yang ideal bagi mikroorganisme pengurai aerobik hidup dan berkembang biak untuk dapat bekerja mengurai bahan dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan mengatur kadar air dalam bahan karena kadar air yang sesuai akan membantu pergerakan mikroorganisme dalam bahan. Kondisi yang ideal dari kadar air dalam bahan yang dikomposkan adalah sekadar lembab tidak terlalu kering juga tidak terlalu basah. Kondisi yeng terlalu kering membuat mikroorganisme tidak leluasa bergerak sehingga proses penguraian sampah menjadi lama. Sebaliknya jika terlalu banyak air, akan menyebabkan bahan yang dikomposkan menjadi berat sehingga kemudian akan cenderung memadat dan meghalangi oksigen yang masuk. Karena sirkulasi tidak baik, kehidupan mikroorganisme pengurai akan terganggu. Kurangnya pasokan udara dalam tumpukan akan membuat mikroorganisme aerob tidak dapat berkembang. Dengan demikian, yang terjadi bukanlah penguraian, tetapi pembusukan. Ciri-cirinya adalah keluarnya bau yang cenderung kecut pada tumpukan.

Pengecekan kadar air bisa dilakukan setiap tiga hari sekali. Pengecekan kadar air tidak boleh berpedoman pada tampilan permukaan bahan karena sering kali mengecoh. Terjadinya kenaikan suhu pada tumpukan akan menimbulkan terjadinya penguapan kadar air. Penguapan paling tinggi biasanya terjadi pada bagian-bagian permukaan tumpukan sehingga bagian tersebut biasanya cenderung kering. Oleh sebab itu, pengukuran kadar air dalam bahan tidak boleh berpedoman hanya dengan melihat kondisi bagian permukaaan tumpukan. Terkadang, meskipun permukaan tumpukan terlihat sangat kering, di dalamnya mungkin saja masih basah. Oleh karena itu, cara paling akurat untuk mengukur kadar air yang tepat adalah dengan mengukur langsung dengan tangan.

Caranya ambil sebagian kompos (boleh tengah, agak ke pinggir, atau bawah), remas keras dalam genggaman dan perhatikan! Apabila dari genggaman tangan tidak keluar air sama sekali, kompos terlalu kering dengan demikian perlu tambahan air. Akan tetapi, jika air menetes deras dari sela-sela jari, ini berarti kompos terlalu basah sehingga perlu dilakukan pembalikan atau penambahan bahan kering pada kompos, seperti dedaunan kering atau serbuk geraji sebagai pengikat air.

Pengukuran kadar air dapat dilakukan tiga hari sekali tetapi bisa saja lebih sering dilakukan ketika suhu dalam tumpukan tinggi. Suhu yang tinggi membuat penguapan juga semakin tinggi sehingga kadar air dalam tumpukan lebih cepat hilang, dan tumpukan akan menjadi lebih cepat kering. Kurangnya kadar air akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme pengurai. Seperti telah disinggung di atas bahwa kondisi yang terlalu kering tidak memungkinkan mikroorganisme pengurai bekerja dengan baik karena akan menyulitkan pergerakan mikroorganisme dalam tumpukan. Hal ini kemudian membuat suhu dalam tumpukan menjadi turun. Jika tumpukan kekurangan kadar air, harus dilakukan penyiraman pada tumpukkan. Penyiraman dapat menggunakan air lica yag tertampung di tempat penampungan. Akan tetapi, bila tidak ada, bisa digunakan air segar untuk menyiram tumpukan. Air disiramkan secara merata pada keseluruhan tumpukan, terutama bagian tepi-tepi tumpukan karena penguapan terbesar terjadi pada bagian tersebut. Untuk mempercepat proses penguraian bisa dimanfaatkan air cucian beras utuk menyiram tumpukan tersebut. Supaya lebih berproses, sebelum disiramkan ke tumpukan, air cucian beras didiamkan terlebih dahulu selama dua hari sambil ditambah gula. Gula bisa diambil dengan memanfaatkan sisa-sisa minuman manis yang sayang bila dibuang begitu saja.

5. Pengadukan

Udara mutlak diperlukan dalam dalam proses pengomposan aerobik ini. Pada proses komposting aerobik, dikondisikan agar setiap bagian dari bahan yang dikomposkan mendapatkan suplai udara yang mencukupi. Selama proses penguraian bahan yang dikomposkan akan melapuk dan hancur menjadi bahan-bahan yang lebih kecil sehingga kemungkinan akan membuat kompos cenderung memadat. Oleh karena itu, setiap seminggu sekali bahan yang dikomposkan harus dibalik atau diaduk rata agar semua bagian kompos mendapatkan suplai udara yang baik lagi.

Tahap pengadukan juga berfungsi untuk meratakan proses dalam tumpukan kompos. Bagian dalam tumpukan yang kebanyakan berupa sisa makanan (protein tinggi) lebih cepat terurai daripada bagian yang komposisinya lebih banyak berisi daun-daunan. dengan adanya pengadukan, semua bahan tersebut menjadi tercampur baik komposisinya maupun kadar airnya. Dengan demikian, diharapkan semua kompos dapat matang dalam waktu yang bersamaan.

Untuk mengaduk kompos bisa digunakan caruk atau solet bambu. Pengadukan diusahakan sampai ke bagian dasar agar semua bagian kompos tercampur rata. Sewaktu mengaduk, dapat juga dilakukan proses penghancuran material dalam kompos dengan menggaruk kompos berkali-kali. Setelah semua kompos tercampur, atur kembali tumpukan kompos, tetapi jangan sekali-kali tumpukan ditekan. Tekanan dapat membuat tumpukan kompos memadat sehingga mengurangi suplai oksigen dalam tumpukan.

6. Pemeraman

Setelah empat minggu sampah diletakkan dalam bak, dan selama empat minggu itu dilakukan pengukuran suhu, pengukuran kadar air dan pengadukan, maka pada pembalikan keempat (minggu kempat) kompos diperam. Untuk memulai pemeraman pertama tama sampah yang ada dalam bak pengomposan dikeluarkan dan diaduk aduk. Kadar airnya dicek. Jika terlampau kering diberi tambahan air, tetapi jika terlalu basah diangin-anginkan sebentar supaya agak kering, lalu dimasukkan ke dalam karung beras dan diikat erat. Pemeraman dilakukan dengan tujuan agar sampah benar-benar aman untuk digunakan. Penambahan bahan baru pada minggu-minggu keempat membuat sebagian bahan dari kompos belum berproses. Pemeraman dalam karung ini bertujuan untuk memberi waktu agar bahan-bahan baru tersebut juga berproses menjadi kompos.

Jangka waktu pemeraman minimal adalah satu minggu dan jangka waktu maksimal tidak terbatas. Semakin lama pemeraman semakin baik pula kompos yang dihasilkan karena nutrisinya terfermentasi dan semakin kaya. Selama seminggu proses pemeraman belatung yang kemungkinan masih tersisa dalam kompos diharapkan telah mati, ini berarti semakin kaya pula nutrisi dalam kompos tersebut.

7. Pasca Produksi

Setelah seminggu pemeraman, kompos telah jadi dan dapat dipakai untuk memupuk tanaman. Hasil akhir dari pengomposan sistem aerob ini adalah suatu bahan (kompos) yang bercirikan lapuk, lembab, berwarna coklat kehitaman, remah, gembur dengan suhu yang sudah normal. Apabila bentuknya sudah seperti ini, berarti kompos telah siap digunakan. Kompos dapat dipakai untuk memupuk semua jenis tanaman. Dosis pemberian kompos untuk tanaman dalam pot adalah 1 banding 3, artinya 1 bagian kompos untuk 3 bagian tanah dalam pot. Untuk tanaman yang telah tumbuh dalam pot/tanah dapat dibuat lubang di sekeliling tanaman, lalu disebarkan kompos pada lubang tersebut, kemudian lubang ditutup lagi dengan tanah. Ini dilakukan agar nutrisi dalam kompos tidak menguap oleh sinar matahari langsung. Untuk memupuk tanaman anggrek, kompos bisa dibuat pupuk cair. Caranya rendam kompos dalam air selama 2-4 hari. Setelah itu, air rendaman disaring, lalu disemprotkan dengan Sprayer. Selain dipakai sendiri, kompos juga dapat dijual. Untuk mendapatkan ukuran butiran kompos yang baik sehingga memiliki nilai jual lebih tinggi dan dapat menarik perhatian, kompos harus diayak sebelum dimasukkan dalam kemasan. Pengayakan dilakukan dengan bantuan alat pengayak (penyaring) sederhana. Ukuran lubang ayakan bisa bervariasi antara 5-10 mm. Semakin kecil lubang ayakan semakin halus pula butiran kompos yang didapat. Hal ini tergantung pada selera dan permintaan.Kompos yang tidak dapat terayak jangan dibuang, kompos sisa ayakan ini masih dapat digunakan untuk memupuk tanaman atau dimasukkan kembali ke dalam bak pengomposan sebagai perangsang (starter) pengomposan.

5 komentar:

Ethnographer mengatakan...

Bagus, alangkah lebih bagus lagi jika bisa bekerjasama dengan para petani organik dan pecinta agrobisnis sehingga bisa mencakup jejaring yang lebih luas:)

Rian Indriani mengatakan...

aih, ini toh blogx?
ok sip, aku dan lala siap meluncur...

mirtasoekarmo mengatakan...

ada dua pertanyaan simpel...bukankah pada dasarnya sampah prganik memang mudah terurai...dan yang sulit terurai merupakan sampah anorganik dan plastik...kalau pada kenyataanya manusia kurang memahami mengenai hal itu...apakah dengan memberikan penyuluhan atau pun pengertian kepada mereka akan menyelesaikan masalah???lalu mengenai masalah sampah anorganik dan plastik yang merupakan limbah (kita anggap seperti itu saja ya) merupakan masalah besar apakah anda sudah mencoba untuk memberikan solusi terhadap permasalahan ini...kalau belum..gimana dgn lanjutan mainan sampah ke2 anda dan kalau sudah apakah dengan mengelola limbah tersebut dpt menyelesaikan mslh dgn mudah..

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Mau memberi info aja nih buat mba mirna, sebenarnya plastik juga bisa didaur ulang sebagai bahan bakar minyak mba, dengan menggunakan proses pirolisis, jadi plastiknya itu dipanaskan pada suhu kurang lebih 300 C, lalu plastiknya nanti akan menjadi uap dan didinginkan, baru nanti akan mendapat hasil minyaknya, bahan bakar dr bahan plastik ini juga sudah masuk TTG mba atau biasa disebut Teknologi Tepat Guna tingkat Provinsi mba.